LELANG ATAS HAK TANGGUNGAN
Permasalahan yang penting juga dibicarakan dalam kasus eksekusi ialah mengenai permohonan penundaan eksekusi. Tidak ada eksekusi yang luput dari permintaan penundaan. Adakalanya permintaan penundaan datang langsung dan pihak tereksekusi sendiri, atau dari pihak ketiga. Sering kali alasan penundaan yang dikemukakan sama sekali tidak relevan, sehingga sangat terkesan alasan itu dibuat-buat guna mengulur waktu eksekusi. Permohonan penundaan yang mempunyai alasan yang kuat, perlu diperhatikan dan dipertimbangkan. Ada pada suatu kasus yang lain, alasan seperti ini cukup berbobot untuk menunda eksekusi. Misalnya, permohonan penundaan atas alasan peninjauan kembali. Apabila pada suatu eksekusi, alasan peninjauan kembali sama sekali tidak mempunyai dasar apa-apa. Sebab dasar yang dikemukakan tidak menyentuh alasan peninjauan kembali yang diatur dalam Pasal 67 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004. Akan tetapi, pada kasus eksekusi lain, permohonan penundaan atas dasar peninjauan kembali sangat relevan, karena yang dikemukakan sesuai dengan salah satu alasan yang disebut dalam Pasal 67 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985. Begitu, alasan peninjauan kembali yang dikemukakan, sehingga dapat diduga atau diperkirakan mampu membatalkan putusan yang bersangkutan.
Fiat eksekusi adalah eksekusi yang dilaksanakan dengan izin khusus dari Pengadilan Negeri meski pengadilan tidak melakukan pemeriksaan seperti dalam perkara perdata biasa. Berdasarkan fiat eksekusi dan Ketua Pengadilan Negeri tersebut yang biasanya disusul dengan terbitnya surat perintah penjualan lelang, maka Kantor Lelang melakukan penjualan atas objek hak tanggungan di muka umum. Sebelum Ketua Pengadilan Negeri menerbitkan fiat eksekusi, didahului dengan pemberian peringatan (aanmaning) kepada debitor agar dalam jangka waktu tertentu dapat memenuhi kewajibannya secara sukarela. Apabila aanmaning tidak ditanggapi, barulah Ketua Pengadilan Negeri menerbitkan surat perintah eksekusi yang diikuti perintah penyitaan untuk selanjutnya diterbitkan perintah penjualan lelang kepada Kantor Lelang Negara.
Adapun hal yang bertindak selaku penjual lelang adalah Ketua Pengadilan Negeri untuk kepentingan kreditor, sehingga yang berhak menentukan syarat-syarat lelang adalah Ketua Pengadilan Negeri selaku pemohon lelang. Sesuai dengan ketentuan Pasal 200 ayat (7) HIR bahwa sebelum pelelangan dilaksanakan harus didahului pengumuman sebanyak dua kali berturut-turut dalam tenggang waktu 15 hari melalui surat kabar. Dan menurut Pasal 20 ayat (5) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan bahwa sebelum saat pengumuman lelang dikeluarkan debitor masih diberi kesempatan untuk melunasi hutang, biaya dan bunga.
Dalam praktek yang terjadi meski pelelangan sudah diumumkan, namun jika debitor membayar hutang beserta semua biaya dan bunga, maka pelelangan akan dihentikan.
Apabila semua persyaratan permohonan lelang dipenuhi, Kantor Lelang Negara melakukan pelelangan atas objek hak tanggungan secara umum dimana hasilnya digunakan untuk melunasi hutang debitor, dan sisanya (kalaupun ada) akan dikembalikan kepada debitor. Dan apabila hasil penjualan lelang tidak mencukupi untuk melunasi hutang debitor, tidak berarti kewajiban debitor hapus dengan begitu saja, tetapi hutang debitor tetap merupakan kewajiban yang harus dibayar.
Komentar
Posting Komentar