Hak Ahli Waris Non Muslim



KAIDAH HUKUM :

Wasiat Wajibah dapat diberikan tidak hanya kepada anak angkat sebagaimana diatur dalam Pasal 209 KHI namun juga dapat diberikan kepada ahli waris yang tidak beragama islam.


Pengantar :

Dalam hukum Islam diatur bahwa ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris. Hal ini mengandung arti bahwa suami/istri, orang tua, anak yang tidak beragama islam tidak dapat menjadi ahli waris dari pewaris yang beragama Islam. Selain itu, anak tiri juga tidak termasuk sebagai ahli waris.

Kedudukan pihak-pihak tersebut walaupun bukan sebagai ahli waris namun tidak menghalangi untuk mendapatkan wasiat apabila pewaris sebelum meninggal dunia meninggalkan wasiat.

Perihal wasiat ini dalam Kompilasi Hukum Islam khususnya pasal 209 diatur bahwa terhadap orang tua angkat dan anak angkat yang pada dasarnya juga bukan merupakan ahli waris dapat diberikan wasiat wajibah apabila tidak mendapatkan wasiat dari pewaris dengan ketentuan porsinya tidak melebihi 1/3 dari harta waris. KHI tidak mengatur lebih lanjut apakah selain kedua pihak tersebut dapat diberikan wasiat wajibah atau tidak.

Dalam praktek tak jarang ditemukan perkara di mana istri atau anak dari pihak yang meninggal tidak beragama Islam dan pewaris tidak meninggalkan wasiat kepadanya, pihak-pihak tersebut mengajukan tuntutan kepada Pengadilan Agama untuk tetap dapat mendapatkan bagian dari harta pewaris. Tak jarang juga pihak-pihak tersebut sebagai pihak digugat oleh para ahli waris karena secara riil telah menguasai harta waris, tuntutan yang mana dapat berakibat istri/anak yang tidak beragama islam tersebut akan kehilangan harta tersebut sementara harta tersebut adalah satu-satunya penopang hidupnya.


Pendapat Mahkamah Agung :

Wasiat Wajibah Terhadap Anak dan Istri yang Tidak Beragama Islam

Terhadap permasalahan anak atau istri yang tidak beragama Islam dari pewaris yang tidak meninggalkan wasiat ini Mahkamah Agung pada tahun 1998 melalui putusannya No.368 K/Ag/1999 pernah memutus bahwa anak yang pindah agama kedudukannya sama dengan anak lainnya namun tidak sebagai ahli waris melainkan mendapatkan wasiat wajibah. Putusan ini telah memperluas pemberian wasiat wajibah dari yang sebelumnya oleh KHI diatur hanya untuk anak angkat dan orang tua angkat.

Putusan pemberian wasiat wajibah kepada anak yang tidak beragama Islam tersebut kemudian diputuskan kembali oleh Mahkamah Agung setahun kemudian yaitu tahun1999 melalui putusan No. 51 K/Ag/1999 tanggal 29 September 1999.

Ahli waris yang bukan beragama Islam tetap dapat mewaris dari harta peninggalan Pewaris yang beragama Islam, pewarisan dilakukan menggunakan Lembaga Wasiat Wajibah, dimana bagian anak yang bukan beragama Islam mendapat bagian yang sama dengan bagian anak yang beragama Islam sebagai ahli waris;

Selain terhadap anak pada tahun 2010 yaitu dalam putusan No. 16 K/Ag/2010 tanggal 16 April 2010 Mahkamah Agung juga telah memutus bahwa istri yang berbeda agama (non muslim) yang telah menikah dan menemani pewaris selama 18 tahun pernikahan juga berhak mendapatkan harta waris melalui lembaga wasiat wajibah. Dalam putusan tersebut dipertimbangkan sebagai berikut:

Bahwa perkawinan pewaris dengan Pemohon Kasasi sudah cukup lama yaitu 18 tahun, berarti cukup lama pula Pemohon Kasasi mengabdikandiri pada pewaris, karena itu walaupun Pemohon Kasasi non muslim layak dan adil untuk memperoleh hak-haknya selaku isteri untuk mendapat bagian dari harta peninggalan berupa wasiat wajibah serta bagian harta bersama sebagaimana yurisprudensi Mahkamah Agung dan sesuai rasa keadilan;

Menimbang, bahwa oleh karena itu putusan PengadilanTinggi Agama Makassar harus dibatalkan dan Mahkamah Agung akan mengadili sendiri dengan pertimbangan sebagai berikut :

Bahwa persoalan kedudukan ahli waris non muslim sudah banyak dikaji oleh kalangan ulama diantaranya ulama Yusuf Al Qardhawi, menafsirkan bahwa orang-orang non Islam yang hidup berdampingan dengan damai tidak dapat dikategorikan kafir harbi, demikian halnya Pemohon Kasasi bersama pewaris semasa hidup bergaul secara rukun damai meskipun berbeda keyakinan, karena itu patut dan layak Pemohon Kasasi memperoleh bagian dari harta peninggalan pewaris berupa wasiat wajibah;

Putusan serupa juga diikuti pada tahun 2015 melalui putusan Nomor 721 K/Ag/ 2015 tanggal 19 November 2015. Dalam pertimbangannya Mahkamah Agung menyatakan sebagai berikut:

Bahwa Pewaris pada saat meninggal dunia beragama Islam dan hanya meninggalkan satu orang ahli waris yang memeluk agama Islam, yaitu Penggugat (Sumarni binti Sirat/istri), sedang anak-anak Pewaris (Para Tergugat) beragama non Islam sehingga menjadi terhalang sebagai ahli waris. Akan tetapi kepada dua orang anak Pewaris yang beragama non Islam tersebut mendapat/diberikan bagian dengan jalan wasiat wajibah;

Bahwa persoalan kedudukan ahli waris non muslim sudah banyak dikaji oleh kalangan ulama diantaranya ulama Yusuf Al Qardhawi, menafsirkan bahwa orang-orang non Islam yang hidup berdampingan dengan damai tidak dapat dikategorikan kafir harbi, demikian halnya anak-anak Pemohon Kasasi bersama pewaris semasa hidup bergaul secara rukun damai meskipun berbeda keyakinan, karena itu patut dan layak anak-anak Pemohon Kasasi memperoleh bagian dari harta peninggalan pewaris berupa wasiat wajibah;

Bahwa perkawinan Penggugat dengan almarhum Vincencius Papilaya bin Yos Papilaya sudah cukup lama yaitu 17 tahun, karena itu walaupun almarhum Vincencius Papilaya bin Yos Papilaya ketika menikah statusnya non muslim, tetapi amarhum layak dan adil untuk memperoleh hak-haknya selaku suami mendapatkan setengah bagian dari harta bersama selama perkawinan tersebut sebagaimana yurisprudensi Mahkamah Agung dan sesuai rasa keadilan;

Pemberian wasiat wajibah kepada ahli waris non muslim ini kemudian diikuti oleh Pengadilan Agama Yogyakarta pada tahun 22 Desember 2014 di putusannya No. 0042/Pdt.G/2014/PA.Yk yang kemudian diperkuat oleh PengadilanTinggi Agama Agama Yogyakarta dan juga Mahkamah Agung ditingkat kasasi pada tahun 2016 melalui putusan No. 218 K/Ag/2016.


Yurisprudensi

Pemberian wasiat wajibah kepada selain anak angkat dan orang tua angkat telah diterapkan oleh Mahkamah Agung secara konsisten sejak tahun 1998 hingga setidaknya tahun 2016, yaitu kepada anak dan istri yang tidak beragama Islam. Dengan telah konsistennya sikap hukum Mahkamah Agung tersebut maka telah menjadi yurisprudensi di Mahkamah Agung.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pledoi / Nota Pembelaan atas Dakwaan Pasal 374 KUHP

CONTOH MEMORI BANDING

Contoh Eksepsi & Jawaban Tergugat