POLITIK HUKUM
PERAN POLITIK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Indonesia memiliki kekayaan dan sumber daya alam yang sangat berlimpah. Berbagai kekayaan alam serta letak strategis tentunya membawa berbagai konsekuensi positif maupun negatif bagi negara Indonesia. Salah-satu dampak positif adalah besarnya sumber modal pembangunan bagi negara Indonesia. Pada dasarnya pembangunan negara haruslah berjalan sesuai jalur yang telah ditetapkan.
Untuk mewujudkan pembangunan bangsa sebagaimana dimaksudkan dalam pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, pemerintah perlu mewujudkan strategi pencapaian tujuan tersebut dalam produk perundang-undangan yang diharapkan mampu mengarahkan segenap sumberdaya yang ada dalam proses pencapaiuan tujuan pembangunan tersebut.
Produk perundang-undangan tidak lepas dari peran politik dari pembentuk undang-undang dalam hal ini pemerintah selaku eksekutif dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selaku pihak yudikatif. Kelembagaan DPR dan Presiden merupakan produk politik sebagai bagian dari proses demorkrasi didalam bernegara. Sudah barang tentu produk perundang-undangan diharapkan sedapat mungkin dengan tujuan memperjuangkan kemakmuran rakyat.
2. Rumusan Masalah
1) Apa tujuan politik hukum dalam pembangunan ekonomi di Indonesia?
2) Bagaimana peran Politik Hukum Indonesia dalam mendukung tercapainya tujuan pembangunan ekonomi?
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Politik Hukum
Istilah politik hukum sendiri dapat kita lihat terdiri dari dua kata yaitu politik dan hukum, antara keduanya banyak para ahli yang menganggap bahwa hukum dan politik merupakan satu kesatuan yang paradok. Hukum ialah segala sesuatu yang sudah pasti kejelasannya, sementara politik sutu hal yang masih mengandung unsur ketidakpastian selalu berubah-ubah seiring berjalannya waktu dan bergantinya para pelaku politik.
Pengertian Politik Hukum Menurut Mahmud M.D adalah legal policy yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah Indonesia. Legal policy mengenai pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaruan terhadap materi-materi hukum agar sesuai dengan kebutuhan. Politik Hukum (dikaitkan di Indonesia) yakni; 1) bahwa definisi atau pengertian hukum juga bervariasi namun dengan meyakini adanya persamaan substansif antara berbagai pengertian yang ada atau tidak sesuai dengan kebutuhan penciptaan hukum yang diperlukan; 2) pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada, termasuk penegasan Bellefroid dalam bukunya Inleinding Tot de Fechts Weten Schap in Nederland.
Politik hukum pada dasarnya merupakan strategi proses pembentukan, serta pelaksanaan hukum. Hal tersebut sejalan dengan pandangan dari Mahfud M.D. yang menyatakan bahwa:
Dari berbagai definisi poltik hukum dapatlah dibuat rumusan sederhana bahwa politik hukum itu adalah arahan atau garis resmi yang dijadikan dasar pijak dan cara untuk membuat dan melaksanakan hukum dalam rangka mencapai tujuan bangsa dan negara. Dapat juga dikatakan bahwa politik hukum merupakan upaya menjadikan hukum sebagai proses pencapaian tujuan negara.....pijakan utama politik hukum nasional adalah tujuan negara yang kemudian melahirkan sistem hukum nasional yang harus dibangun dengan pilihan isi dan cara-cara tertentu.
Berdasarkan penjelasan dari Mahfud M. D. di atas dapat dinyatakan bahwa politik hukum pada dasarnya merupakan arah pembangunan hukum yang berpijak pada sistem hukum nasional untuk mencapai tujuan negara atau cita-cita negara dan bangsa. Adapun tujuan negara dan cita-cita bangsa sebagaimana tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 bertumpu pada pembangunan negara yang terwujud secara nyata di masyarakat berupa keadilan dan kesejahteraan masyarakat dalam segala aspek kehidupannya. Berdasarkan berbagai pandangan yang ada terlihat dengan jelas bahwa politik hukum merupakan arahan atau garis resmi yang dijadikan dasar pijak dan cara untuk membuat dan melaksanakan hukum dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional guna menjalankan dan mencapai tujuan bangsa dan negara yang tidak lain adalah mewujudkan kehidupan bangsa yang berprikeadilan, berprikemanusiaan, serta berketuhanan sehingga kehidupan berbangsa, bernegara, dan berdemokrasi kerakyatan akan mampu terwujudkan secara harmonis di tanah air pertiwi ini.
Selanjutnya bila merujuk pada teori milik Hans Nawiasky, dapat juga dengan jelas terlihat peran penting politik hukum dalam hubungan antara politik hukum dan pembangunan nasional di Indonesia. Hans Nawiasky pada dasarnya mengembangkan teori dari Kelsen yang merupakan gurunya dengan konsep baru yang dinamainya dengan die theorie vom stufenordnung der rechtsnormen. Pada teorinya tersebut, Nawiasky menyatakan bahwa hierarki norma hukum terbagi menjadi:
1) Norma fundamental negara atau staatsfundamentalnorm;
2) Aturan dasar negara atau staatsgrundgesetz;
3) Undang-undang formil atau formell gesetz;
4) Peraturan pelaksana dan peraturan otonom atau verordnung en autonome satzung.
Untuk mewujudkan kesejahteraan warga masyarakat harus pula mengacu pada peran negara yang aktif dalam mengelola dan mengorganisasi perekonomian yang di dalamnya mencakup tanggung jawab negara untuk menjamin ketersediaan pelayanan kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu bagi warganya. Sejalan dengan pelayanan kesejahteraan dasar tersebut, Ross Cranton, sebagaimana dikutip oleh Prof. Safri Nugraha mendefinisikan negara kesejahteraan sebagai negara yang menentukan standar minimal kesejahteraan sosial. Di banyak negara, esensi negara kesejahteraan dibebankan pada standar minimal yang dijamin oleh negara, yaitu: penghasilan, pangan, kesehatan, perumahan, dan pendidikan.
Menurut Satjipto Rahardjo, Pengertian Politik Hukum ialah aktivitas yang menentukan pilihan mengenai tujuan dan cara-cara yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan hukum dalam masyarakat.
Pendapat Padmo Wahjono mengenai Pengertian Politik Hukum merupakan kebijaksanaan penyelenggaraan negara mengenai kriteria menghukumkan sesuatu atau menjadikan sesuatu sebagai hukum. Kebijaksanaan yang dimaksud dapat berkaitan dengan pembentukan hukum dan penerapannya.
Pengertian Politik Hukum Menurut L. J. Van Apeldorn yaitu Politik hukum sebagai politik perundang-undangan. Politik hukum berarti menetapkan suatu tujuan dan isi peraturan perundang-undangan hanya terbatas pada hukum tertulis.
Menurut Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Pengertian Politik Hukum adalah kegiatan memilih nilai-nilai dan menerapkan nilai-nilai.
Teuku Muhammad Radhie mengatakan bahwa Pengertian Politik Hukum ialah sebagai pernyataan kehendak penguasa negara dan mengenai hukum yang berlaku di wilayah suatu negara dan mengenai arah pengembangan hukum.
Pengertian Politik Hukum Menurut Abdul Hakim yaitu politik hukum sama dengan politik pembangunan hukum.
Dari Pengertian Politik Hukum diatas dapat disimpuLkan bahwa, Pengertian Politik Hukum adalah sarana penguasa dalam mencapai tujuan negara dalam upaya menjaga ketertiban, keamanan, pembangunan perekonomian dan menciptakan suasana pemerintahan yang kondusif guna mewujudkan pemerintah yang bersih.
2. Politik Hukum dalam Pembangunan Ekonomi
Hakekat pembangunan ekonomi ditinjau dari sudut pandang hukum, meski para ahli memberikan uraian yang berbeda-beda mengenai istilah pembangunan ekonomi, pendapat yang berkembang pada dasarnya memberikan pengertian pembangunan ekonomi nasional maknanya kurang lebih sama. Pendapat Darji Darmodiharjo dan Shidarta yang memberikan pengertian pembangunan nasional sebagai berikut:
“adapun pembangunan nasional itu sendiri pada hakikatnya merupakan pembangunan manusia indonesia sutuhnya dan pembangunan masyarakat indonesia seluruhnya, dengan pancasila sebagai dasar, tujuan dan pedomannya”.
Dari pengertian pembangunan nasional sebagaimana yang disebutkan oleh Darji Darmodiharjo dan Shidarta diatas dapat disimpulkan bawah pembangunan nasional di Indonesia mempunyai dimensi yang sangat luas. Pembangunan nasional tidak hanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat nyata tetapi juga mencakup hal-hal yang tidak dapat dilihat secara nyata karena meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia.
Satjipto Raharjo menyebutkan pembangunan nasional dengan versi yang sedikit berbeda walaupun maknanya kurang lebih sama. Ia menyatakan bahwa pembangunan nasional yang dilaksanakan bukan hanya dimaksudkan untuk melakukan perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif semata-mata, tetapi mencakup pula perubahan-perubahan yang bersifat kualitatif, yang menyebutkan:
“pembangunan bukan merupakan suatu perubahan yang bersifat sepotong-potong, sekalipun misalnya kita dapat menunjukan Industrialisasi sebagai inti dari perubahan itu, tetapi ia pada akhirnya bukan hanya merupakan kasus penambahan jumlah industri secara kuantitatif. Dihubungkan dengan struktur masyarakat Industrialisasi ini mengundang terjadinya perubahan secara kualitatif”
Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara memiliki tujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Selain itu juga meningkatkan kualitas hidup masyarakat untuk kebutuhan hidup, memperluas distribusi kebutuhan pokok. Dalam pembangunan ekonomi memiliki tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek adalah untuk meningkatkan taraf hidup, kecerdasan, kesejahteraan masyarakat yang semakin adil dan merata serta meletakan landasan yang kuat untuk pembangunan berikutnya. Tujuan jangka panjang adalah mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka dan bersatu. Pada tahap awal pembangunan dititikberatkan pada bidang ekonomi. Karena dengan harapan akan berpengaruh pada bidang lain.
Pembangunan pada hakekatnya adalah upaya sistematis dan terencana oleh masing-masing maupun seluruh komponen bangsa untuk mengubah suatu keadaan manjadi keadaan yang lebih baik dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang tersedia secara optimal, efisien, efektif dan akuntabel. Untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat secara berkelanjutan. Upaya tersebut harus berisi langkah-langkah strategis, taktis dan praktis. Karena masing-masing negara memiliki usia kadaulatam, sumberdaya andalan dan tantangan yang berbeda.
Bagi bangsa Indonesia secara khusus tujuan pembangunan nasional telah digariskan dalam pembukaan UUD 1945, yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah indonesia, mamajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kahidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Jika tujuan yang dimandatkan oleh konstitusi ini disarikan, akan tampak bahwa mandat yang diberikan negara kepada para pemangku kepentingan, khususnya penyelenggara negara dan pemerintahan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah untuk memulihkan manusia dan kehidupan bermasyarakat mulai dari lingkup terkecil hingga ke lingkup dunia. Sedangkan perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial mengacu pada pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi:
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan;
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prisip kebersamaan, efisiensi keadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional; dan
(5) Ketentuan lebih kanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Dengan mengacu pada kepentingan nasional, setiap kebijakan yang dipilih baik yang terkait dengan luar maupun dalam negeri perlu dievaluasi asas kemanfaatannya yakni, untuk kemakmuran rakyat. Polemik pemanfaatan sumber daya alam, pinjaman luar negeri, kepemilikan asing, investasi dan perdagangan merupakan yang dirasakan perlu untuk ditingkatkan asas manfaatnya bagi kepentingan nasional. Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan. Paradigma ini didasarkan pada esensi pembangunan yakni dari, oleh, dan untuk rakyat bukan segolongan orang.
3. Politik Hukum Pembangunan Ekonomi Pada Masa Orde Baru
REPELITA DAN PELITA dalam UU GBHN
4. Politik Hukum Pembangunan Ekonomi Masa Reformasi
Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004.
Pada masa reformasi tepatnya tahun 1999 hingga 2004 pembangunan ekonomi diatur dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004 mengamanatkan Program Pembangunan Nasional lima tahun (PROPENAS) yang dijabarkan ke dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000-2004. Propenas merumuskan 5 (lima) agenda pokok pembangunan, yaitu:
1) Membangun Sistem Politik yang Demokratis serta Mempertahankan Persatuan dan Kesatuan;
2) Mewujudkan Supremasi Hukum dan Pemerintahan yang Bersih;
3) Mempercepat Pemulihan Ekonomi dan Memperkuat Landasan Pembangunan Berkelanjutan dan Berkeadilan;
4) Membangun Kesejahteraan Rakyat dan Ketahanan Budaya; dan
5) Meningkatkan Pembangunan Daerah.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasioanl (RPJP) 2005-2025.
Untuk mewujudkan visi perekonomian yang maju, mandiri, dan mampu secara konkrit memperluas peningkatan kesejahteraan masyarakat harus berlandaskan pada prinsip-prinsip ekonomi yang menjunjung tinggi persaingan sehat dan keadilan, serta berperan aktif dalam perekonomian global dan regional dengan bertumpu pada kemampuan dan potensi bangsa. Dalam upaya mewujudkan pembangunan ekonomi ini sebagai tujuan Negara dalam pelaksanaannya telah direncanakan melalui suatu proses yang bertahap, terencana, terpadu dan berkesinambungan dengan dilandasi UU No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2007 (RPJPN 2005-2025). Di dalam Visi dan Misi RPJPN dinyatakan bahwa:
“Pembangunan bangsa Indonesia bukan hanya sebagai bangsa yang mandiri dan maju, melainkan juga bangsa yang adil dan makmur. Sebagai pelaksana dan penggerak pembanguna rakyat mempunyai hak, baik dalam merencanakan, melaksanakan maupun menikmati hasil pembangunan. Pembangunan haruslah dilaksanakan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Oleh karena itu masalah keadilan merupakan ciri yang menonjol pula dalam pembangunan nasional”.
RPJP Nasional merupakan dokumen perencanaan pembangunan nasional periode 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025, ditetapkan dengan maksud memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional sesuai dengan visi, misi, dan arah pembangunan yang disepakati bersama sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh pelaku pembangunan bersifat sinergis, koordinatif, dan saling melengkapi satu dengan lainnya di dalam satu pola sikap dan pola tindak.
Terdapat 8 butir Misi RPJPN Tahun 2005-2025, yaitu:
1) Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila;
2) Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing;
3) Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum;
4) Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu;
5) Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan;
6) Mewujudkan Indonesia asri dan lestari;
7) Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional;
8) Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional.
RPJPN 2005–2025 selanjutnya menjadi pedoman bagi Pemerintah dalam menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan acuan bagi pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) dalam menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024
RPJMN ke IV tahun 2020-2024 merupakan amanat RPJPN 2005-2025 untuk mencapai tujuan utama dari rencana pembangunan nasional periode terakhir yang diterjemahkan ke dalam 7 agenda pembangunan, yakni:
1) Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas;
2) Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan;
3) Meningkatkan Sumber Daya Manusia yang Berkualitas dan Berdaya Saing;
4) Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan;
5) Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi dan Pelayanan Dasar;
6) Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim; dan
7) Memperkuat Stabilitas Politik Hukum, Pertahanan, Keamanan dan Transformasi Pelayanan Publik.
5. Dukungan Regulasi dalam Rangka Percepatan Pembangunan di Indonesia
Situasi politik sangat mempengaruhi produk perundang-undangan yang dihasilkan oleh penguasa. Konflik kepentingan elit legislator dan pemerintah akan mengarah pada produk UU yang dihasilkan itu. Kadang kala undang-undang pun tidak sesuai dengan arah yang akhirnya justru menghambat proses pembangunan ekonomi nasional. Hambatan itu disebabkan oleh produk Undang-undang yang tidak menjamin atau memberikan jaminan kepastian hukum. Jaminan kepastian hukum sangat memengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan jaminan kepastian hukum dapat menarik minat pelaku usaha baik dalam negeri maupun luar negeri yang ingin menginvestasikan modal usahanya ke dalam negeri. Sebab para pemodal akan terjamin perlindungan hukumnya dan tidak merasa takut berinvestasi dan menanamkan modalnya. Untuk mendukung percepatan pembangunan ekonomi di Indonesia perlu adanya aturan yang konsisten.
1) Nilai Dasar Kepastian Hukum
Untuk meminimalkan konflik dan memperbesar ketertiban, hukum memberikan peranannya yang penting melalui panduan perilaku yang harus atau tidak boleh dilakukan dan pembagian hak dan kewajiban diantara warga masyarakat. Minimalisasi konflik dan optimalisasi ketertiban dapatlah dinyatakan sebagai tujuan akhir dari penggunaan hukum sebagai pengatur kehidupan masyarakat. Untuk menjamin terwujudnya tujuan akhir tersebut, norma hukum harus dibentuk dan dilaksanakan dengan mendasarkan nilai-nilai dasar tertentu. Nilai dasar tersebut sebagai pengarah dan acuan dalam berperilaku serta sekaligus berfungsi sebagai ukuran untuk menilai potensi dan realita keberhasilan hukum mencapai tujuan akhirnya. Terjabarkannya atau teraktualisasikannya nilai dasar dalam substansi hukum atau dalam perilaku hukum merupakan tujuan antara yang menentukan peranan hukum menciptakan ketertiban dan meminimalkan konflik. Artinya tujuan akhir dari hukum akan dapat diwujudkan jika nilai dasar hukum dapat dijabarkan dengan tepat. Ada 3 (tiga) nilai dasar yang berfungsi sebagai pengarah dan acuan dalam pembentukan dan pelaksanaan hukum, yakni keadilan, nilai kemanfaatan dan kepastian hukum.
Menurut Satjipto Rahardjo, pada hakekatnya keadilan berkaitan dengan pendistribusian sumber daya yang ada dalam masyarakat. Yang dimaksud sumber daya antara lain berupa: barang dan jasa, modal usaha, kedudukan dan peranan sosial, kewenangan kekuasaan, kesempatan dan sesuatu yang lain yang mempunyai nilai-nilai tertentu bagi kehidupan manusia.
Kemanfaatan dapat diartikan optimalisasi pencapaian tujuan sosial dari hukum. Setiap ketentuan hukum disamping dimaksudkan untuk mewujudkan ketertiban dan keteraturan sebagai tujuan akhir, juga mempunyai tujuan sosial tertentu yaitu kepentingan-kepentingan yang diinginkan untuk diwujudkan melalui hukum baik yang berasal dari orang perseorangan maupun masyarakat dan Negara.
Kepastian hukum dimaknakan sebagai adanya kejelasan pedoman perilaku yang bersifat umum dan mengikat semua warga masyarakat termasuk kosekuensi-konsekuensi hukumnya. Kepastian hukum dalam pengertian yang demikian dapat diciptakan baik dalam hukum kebiasaan tertulis atau kebiasaan maupun hukum-hukum tidak tertulisnya. Dalam perkembangannya, seiring dengan meluasnya keanggotaan kelompok dan terstrukturnya kekuasaan memuncak pada terbentuknya organisasi negara, tuntunan akan kepastian hukum mengalami perubahan bentuknya ke arah yang lebih konkret tertulis dalam peraturan perundang-undangan.
Penciptaan kepastian hukum terutama dalam peraturan perundang-undangan memerlukan persyaratan yang berkenaan dengan struktur internal dari norma hukum itu sendiri. Persyaratan internal tersebut antara lain, Kejelasan konsep yang digunakan. Norma hukum berisi deskripsi mengenai perilaku tertentu yang kemudian disatukan dalam konsep tertentu pula. Konseptualisasi dari rangkaian perilaku yang saling terkait akan menciptakan kepastian hukum jika konsep yang diciptakan tidak bermakna ganda atau memiliki pengertian yang tak jelas. Artinya konsep tersebut harus menunjuk pada perilaku tertentu yang secara aktual dapat diidentifikasi. Undang-undang hanya boleh dibuat badan legislatif, Peraturan Pemerintah hanya boleh dibuat oleh lembaga eksekutif secara koordinatif, peraturan presiden hanya dibuat oleh pimpinan eksekutif, peraturan menteri hanya dapat dibuat oleh departemen yang membawahi bidang substansi yang diaturnya.
Hirarkhi mengandung konsekuensi bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi dan peraturan yang lebih rendah hanya dapat dibuat jika peraturan yang lebih tinggi mendelegasikan untuk dibuatnya peraturan tersebut. Kejelasan hirarkhi ini penting karena menyangkut sah atau tidak dan mengikat atau tidaknya peraturan perundang-undangan yang dibuatnya. Kejelasan hirarkhi akan memberi arahan pembentuk hukum yang mempunyai kewenangan untuk membentuk suatu peraturan perundang-undangan tertentu.
Demikian pula perlu adanya konsistensi norma hukum perundang-undangan, artinya ketentuan-ketentuan dari sejumlah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan satu subyek tertentu tidak saling bertentangan antara satu dengan yang lain. Secara vertikal, kepastian hukum dapat diwujudkan jika ketentuan dalam peraturan yang lebih rendah dengan yang lebih tinggi terdapat kesesuaian. Ketidaksesuaian akan menghadapkan warga masyarakat pada pilihan-pilihan ketentuan yang berujung pada kebingungan untuk memilih. Akibatnya antara warga masyarakat yang satu dengan yang lainnya dapat melakukan pilihan ketentuan yang berbeda menurut pertimbangan yang paling menguntungkan bagi dirinya. Kondisi yang demikian menunjukan tiadanya kejelasan mengenai skenario perilaku yang harus diikuti oleh semua orang.
2) Polemik Undang-Undang
Dalam landasan yuridis Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyatakan dengan tegas bahwa frasanya “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat” . Dengan berlandaskan ketentuan tersebut, maka pemerintah memiliki kewenangan dalam melindungi pengelolaan sumber daya alam tanpa melakukan keberpihakan kepada siapapun. Pada faktanya, sering terjadi tumpang tindih regulasi yang dapat menimbulkan permasalahan di dalam tata negara Indonesia. Salah satu permasalahan yaitu terkait Revisi Undang-undang Minerba yang dilihat dari ketidakrelevanan dengan prosedur pembentukan undang-undang.
Pertama, Undang-undang Minerba yang terbaru melanggar Pasal 5 huruf g Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam merevisi UndangUndang Minerba dilakukan dengan tertutup tanpa mengindahkan asas keterbukaan atau mengandung cacat formil pemenuhan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik karena tidak terpenuhinya asas keterbukaan.
Kedua, masyarakat menilai bahwa DPR RI menggunakan kesempatan disaat wabah covid-19 dengan tidak memprioritaskan kepentingan yang lebih mendesak dari mengesahkan Undang-Undang Minerba.
Ketiga, ada beberapa Pasal di dalam Undang-Undang Minerba yang dihapuskan dengan alasan yang kurang jelas, yaitu Pasal 7, 8, 37, 43, 44, 45, 142, 143 yang kurang lebih menghapuskan kewenangan Daerah (Gubernur, Kab/Wali kota) dalam pengelolaan pertambangan minerba yang berpotensi menggerus prinsip desentralisasi. Kemudian yang sangat krusial yaitu penghapusan Pasal 165 terkait sanksi pidana bagi pelaku penyalahgunaan wewenang penerbitan izin tambang mencakup izin usaha pertambangan (IUP), izin pertambangan rakyat (IPR), dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) .
Keempat, terkait data sosiologis dikalangan masyarakat yang terkena dampak lingkungan seperti banjir, polusi udara, hilangnya hutan, dan bahkan kematian yang diakibatkan karena kelalaian pemerintah untuk memperbaiki lubang -lubang tambang yang ada di daerah-daerah setempat. Namun lembaga legislatif khususnya di komisi VII menyangkal beberapa hal, yang diantara yaitu terkait Revisi Undang-Undang Minerba memang sudah dari tahun 2016 ada, bahkan 17 Desember 2019 masuk program legislasi Nasional. DPR RI menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara Pancasila jadi semua diharmoniskan dengan baik dan didiskusikan.
Pada dasarnya, tujuan dari pengelolaan Minerba telah terejawantahkan dalam Pasal 2 Undang-Undang Minerba yang menyatakan bahwa: “Pertambangan mineral dan/atau batubara dikelola berasaskan: a) manfaat, keadilan, dan keseimbangan; b) keberpihakan kepada kepentingan bangsa; c) partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas; d) berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.”
Berkaitan dengan polemik Undang-Undang di atas, maka dapat dipastikan bahwa Undang-Undang tersebut akan di Judicial Revieuw ke Mahkamah Konstitusi bagi kepentingannya yang merasa dirugikan. Hal mana pengelolaan sumber daya mineral dan batubara oleh pelaku usaha/investor akan merasa belum mendapatkan kepastian hukum atau Undang-Undang tersebut juga menabrak aturan yang lain. Sebab pengelolaan sumber daya yang baik dengan pengaturan yang baik akan mempercepat pembangunan ekonomi nasional.
Prinsip manfaat merupakan asas dimana dalam pengelolaan sumber daya mineral dan batubara dapat memberikan kegunaan bagi kesejahteraan masyarakat banyak. Dengan demikian, peran dan tanggung jawab pemerintah diperlukan sesuai dengan kondisi yang ada pada masyarakat, agar dapat memberikan rasa kepastian, keadilan, dan kemanfaatan sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Gustav Radbruch.
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Kesimpulan menjawab permasalahan
 Apa tujuan politik hukum dalam pembangunan ekonomi di Indonesia?
 Bagaimana peran Politik Hukum Indonesia dalam mendukung tercapainya tujuan pembangunan ekonomi?
Bahwa hukum sangat berperan penting dalam pembangunan ekonomi suatu bangsa namun agar hukum mampu memainkan peranannya untuk memberikan kepastian hukum pada pelaku ekonomi, maka pemerintah selaku pembuat kebijakan atas hukum bertanggung jawab menjadikan hukum berwibawa dengan jalan merespon dan menindaklanjuti perbaikan sistem hukum dengan mengkolaborasikan dengan teori-teori yang dikemukakan oleh para pakar sehingga ke depan diharapkan hukum mampu memainkan peranannya sebagai faktor pemandu, pembibing, dan menciptakan iklim kondusif pada bidang ekonomi.
Sebelum membuat peraturan perundang-undangan yang baru pemerintah harus melakukan penelitian atau riset secara mendalam, sehingga peraturan perundang-undangan yang dibuat dapat dijalankan dengan baik. Pembuatan Undang-undang betul-betul mengcover seluruh kegiatan yang ada dalam lapangan. Pemerintah dapat menerima masukan dari rakyat dalam hal memasukkan atau menentukan isi/substansi dalam pembuatan Undang-undang. Apabila program ini berjalan dengan baik, maka pemerintah telah menjalankan amanah konstitusi yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Komentar
Posting Komentar